Rabu, 30 Januari 2008

Jurnalistik Islam, Kenyataan dan Harapan


Jurnalistik Islam, Kenyataan dan Harapan

Oleh Siti Raudhatul Jannah1

Abstrak

Jurnalis, asal kata Du Jour (Romawi), kemudian dimaknai sebagai Journal (Inggris), artinya adalah hari, di mana segala berita atau warta seharian itu termuat dalam lembaran yang tercetak2. Adapun makna Islam adalah keselamatan, kebenaran dan kedamaian3. Jadi secara leksikal, Jurnalistik Islami berarti pemberitaan yang mendamaikan, membuat atau menciptakan bahkan menjadi sebab keselamatan.

Upaya penyatuan kata Jurnalistik dan Islam menjadi kontroversi manakala dipadankan dengan kenyataan di lapangan. Media massa dewasa ini cenderung mengungkapkan hal-hal tabu semisal kejadian senonoh, kebobrokan pejabat atau publik figur, kejadian meresahkan dan berita mendalam lainnya.

Alasan media, mereka tidak membuat berita tersebut terjadi, melainkan sekedar melaporkannya. Dengan kalimat berbeda, masyarakat lah yang sesungguhnya telah mencemarkan diri mereka sendiri dengan melakukan tindak asusila, asosial dan aagama. Media beralasan bahwa mereka tidak melanggar kode etik yang ditetapkan dalam Undang-undang RI nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers4 .

Benarkah demikian adanya, lalu siapa yang bertanggung jawab terhadap imbas berita ‘tabu’ yang kemudian ditangkap masyarakat sebagai pendobrak ketabuan itu sendiri, kemudian berujung pada pembiasaan ‘pelanggaran-pelanggaran norma’? Berdasar kenyataan ini, sangat menarik membenturkan pandangan Jurnalistik dan Islam dalam satu kesatuan makna. Bahkan bisa jadi muncul pertanyaan, benarkah ada Jurnalistik yang Islami?

Jurnalis dan Jurnalistik Islam

Jurnalistik Islami, Jurnalis Muslim dan Pers Islam jelas ada. Jurnalistik Islami menjadi ideologi para jurnalis Islam. Azasnya tegas, jurnalis muslim tak hanya berpegangan pada kode etik pers yang memang tidak bertentangan dengan Islam, melainkan juga membawa misi dakwah Islamiah dengan ber-amar ma’ruf nahi munkar.

Alqur’an sebagai pedoman dasar umat Islam, tegas mengatakan bahwa Jurnalistik Islam itu ada, sebagaimana termaktub dalam Surat Al Hujurot ayat 65. Di sana tercatat bahwa sebuah berita itu haruslah memenuhi kode etik qur’ani.

Bahkan alasan mengapa manusia harus menyebarkan Islam lewat tulisan tak kalah tegasnya. Dalam surat Al ‘Alaq ayat 1-5 disebutkan: “Bacalah dengan (enyebut) nama Tuhanmu yang Maha Menciptakan. Yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang mengajarkan manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”

Perintah bacalah tersebut terambil dari akar kata yang berarti ‘menghimpun’ sehingga tidak harus selalu diartikan membaca teks tertulis dengan aksara tertentu. Dari ‘menghimpun ini lahir aneka ragam makna, seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu dan membaca teks tertulis maupun tidak tertulis.

Nah, prinsip iqra’ inilah kemudian menjadi pijakan yang kuat bagi aktivis jurnalistik islam dalam proses pengumpulan, penulisan dan publikasi berita. Lewat koridor ini, berita islami menjadi wahana amar ma’ruf nahi munkar , termasuk di dalamnya pencerdasan umat6.

Sementara itu, berbekal kebebasan berekspresi, media kini berlomba menampilkan pornografi dan pornoaksi. Parahnya, media sejenis laku jauh lebih banyak dibandingkan media yang beraroma islami. Pembuktian terhadap narasi ini mudah, datang saja ke kios majalah atau koran, pasti majalah dengan cover Islami tak banyak dipilih oleh pembaca segmen ini.

Kode Etik Jurnalistik

Konsep dasar tulisan atau berita bernuansa Islami mencakup semua kode etik yang wajib dipatuhi oleh semua insan pers. Dalam kode etik jurnalistik disebutkan, kepribadian seorang pewarta (wartawan) haruslah diliputi kejujuran, keadilan dan kebenaran.

Cara pemberitaan dan menyatakan pendapat haruslah berprinsip kejujuran, tidak diperkenankan mengadili, immoral, disertai balancing serta ada pembatas jelas antara fakta dan opini.

Penyikapan terhadap sumber berita juga harus santun, berpenghormatan, tidak plagiat dan tidak memihak karena apapun. Bahkan pewarta juga harus bertanggung jawab secara sosial, dengan mempertimbangkan secara matang atas ekses dari berita yang diturunkan.

Dalam Islam, kode etik serupa sudah ditelurkan empat abad silam, sebagaimana Al Hujurot ayat 6 yang berbunyi: Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang yang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”

Membuat Tulisan Islami

Pernahkah kita membaca berita di sebuah penerbitan hingga kita terbawa perasaan, bahkan tak kuasa menahan air mata?Lalu sesaat kemudian kta terkooptasi kepada nilai-nilai sebagaimana disampaikan oleh isi berita tersebut? Ya, tulisan islami tidak harus memuat isi ajaran syariah atau muamalah.

Pengajaran akan nilai kebenaran, keadilan, kesetaraan dan kebesaran alam serta keagungan maha pencipta juga termasuk di dalam ajaran Islam, sebagaimana ditekankan Alqur’an dalam berbagai ayat menyangkut hubungan manusia dengan makhluk lainnya.

Sebuah hadist yang diriwayatkan Imam Bukhori menyebutkan: Orang Islam itu adalah orang yang memberikan rasa aman dan keselamatan dari lidah dan tangannya.”

Berikut beberapa contoh tulisan populer yang mampu menggugah kalbu pembacanya ke arah kebenaran dan keadilan.

  1. Tulisan human interest

Tokoh Jurnalis Islam

Abu al A’la Al Maududi (1321-1399 H/ 1903-1979 M) merupakan salah satu tokoh jurnalis Islam. Dia pendiri jama’at Islami dengan fokus kegiatan menegakkan syariat Islam serta menerapkannya dalam kehidupan nyata.

Dia tergolong gigih membendung bentuk-bentuk aliran sekularistik yang berusaha keras mendominasi seluruh negerinya-Pakistan.

Aktiitas dakwah Maududi berawal di dunia jurnalistik di tahun 1918 M. Pada tahun 1920 M, dia membentuk sebuah front jurnalistik yang bertujuan memerdekakan umat Islam dalam menyampaikan Islam. Karir jurnalistiknya berpindah-pindah dari dan ke berbagai surat kabar. Dia pernah menjadi penulis, direktur dan pemimpin redaksi sebuah harian.

Bukunya berjudul Jihad Dalam Islam yang beredar tahun 1928 M, berpengaruh luas dan mendalam dalam membangkitkan semangat perlawanan mennetang Inggris, kaum barhalaisme dan musuh Islam lannya.

Tahun 1933 M dia menerbitkan majalah Turjuman Alqur’an dari Hyderabad Deccan. Dengan motto “Wahai umat Islam, embanlah dakwah Alqur’an, bergeraklah dan terbanglah menjelajah dunia’ Maududi menransfer pemikiran-pemikirannya kepada segenap umat Islam di India-Pakistan7.



1 Staf Pengajar di Jurusan Dakwah STAIN Jember

2 Jurnalistik Masa Kini, hal 10, Dja’far H Assegaff, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1991.

5 Alqur’an Al Hujurot ayat 6.

6 Alqur’an dan terjemah

7 Al Maududi, internet

Tidak ada komentar: